SIMALUNGUN (SUMUT) – Polemik pengadaan baju olahraga kembali mencuat, kali ini di SMA Negeri 2 Bandar. Para siswa diarahkan untuk membeli baju olahraga seharga Rp 250 ribu lengkap atribut sekolah di sebuah foto Copi yang berada tepat di seberang sekolah. Kondisi ini menimbulkan sorotan publik karena dianggap membebani orangtua siswa.
Sejumlah orangtua menyampaikan keluhannya kepada awak media. Mereka menilai harga tersebut terlalu tinggi dibandingkan dengan harga pakaian olahraga serupa yang dijual bebas di pasaran. “Kalau memang wajib beli di situ, kami merasa keberatan karena bisa dapat lebih murah di luar,”.Ujar salah seorang wali murid.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait persoalan ini, Kepala SMA Negeri 2 Bandar, Suliyah, memberikan penjelasan singkat. “Maaf saya sedang ada kegiatan pembelajaran mendalam Pak, saya fasilitator. Sekolah tidak menjual baju olahraga Pak, siswa membeli di luar,”.Tulis Suliyah menjawab konfirmasi.
Meski demikian, fakta bahwa siswa diarahkan untuk membeli di tempat tertentu memunculkan dugaan adanya kerja sama dengan pihak penjual. Hal inilah yang kemudian menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat, apakah ada unsur permainan harga atau praktik yang menguntungkan pihak tertentu.
Menanggapi hal tersebut, DPD Sumut LSM Geram Banten Indonesia, melalui perwakilannya, Ilham Syaputra, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa lembaganya mendorong agar aparat penegak hukum (APH) dan dinas terkait segera mengambil langkah tegas. “Kita harapkan APH dan dinas terkait turun tangan, jangan sampai praktik seperti ini terlalu menyulitkan orangtua siswa,”.Tegasnya.
Menurut Ilham, sekolah seharusnya mematuhi regulasi resmi mengenai seragam dan atribut sekolah, sebagaimana diatur dalam Permendikbud. Apabila ada siswa yang ingin membeli pakaian olahraga di luar dengan harga lebih terjangkau tidak seharusnya dihalangi ataupun diarahkan ke penjual tertentu.
Kasus serupa sebelumnya juga terjadi di beberapa sekolah negeri di wilayah Sumatera Utara, di mana pengadaan baju olahraga memicu protes publik. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat dari pemerintah daerah agar sekolah tidak lagi menjadi ladang bisnis yang merugikan orangtua siswa.
Dengan mencuatnya persoalan ini, masyarakat menunggu langkah nyata dari dinas pendidikan serta pihak berwenang untuk memastikan tidak ada lagi praktik yang membebani siswa maupun orangtua di SMA Negeri 2 Bandar maupun sekolah-sekolah lainnya.
(Red)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar